Kutunggu Iddahmu
Kutunggu Iddahmu
Oleh: Doni Romdoni *
Aman atau nama lengkapnya Ahmad Abdurrahman adalah seorang bujangan berumur 30-an tahun, di usianya yang sudah menginjak kepala tiga, aman adalah seorang pengusaha sukses di bidang ekspedisi barang. Perusahaannya sudah menjadi salah satu perusahaan yang dipertimbangkan di bursa efek nasional. Dengan usahanya tersebut, Aman sudah memiliki beberapa buah rumah mewah, tiga unit mobil pajero, dua unit motor R15, dan beberapa unit dealer mobil.
Sebagai seseorang yang berjiwa sosial yang tinggi, Aman sering ikut andil dalam permasalahan masyarakat pinggiran. Menyekolahkan anak terlantar, merangkul para pengangguran, mensejahterakan kaum jompo adalah beberapa contoh bukti jiwa sosialnya yang patut dijadikan teladan. oleh karena itu, dalam beberapa kesempatan, ia banyak mendapat penghargaan sebagai tokoh inspirasi.
Dengan semua kesuksesan tersebut, pada dasarnya Aman seharusnya sudah memiliki pasangan hidup dan sudah memilik keluarga kecil. Namun karena kesibukan bekerja dan sifatnya yang cenderung menjauhi urusan romansa cinta, ia lebih suka hidup sendiri dan menikmati kesendiriannya. Teman-temannya menjulukinya sebagai bujangan abadi. Aman mendapat julukan ini sebagai balasan atas sifat cuek Aman terhadap lawan jenis selama ini.
Dalam suatu jamuan makan, Aman diundang oleh sahabat-sahabatnya untuk datang, karena mereka khawatir di usianya yang tidak muda lagi Aman masih sendiri. Akhirnya sahabat-sahabatnya berencana memperkenalkan kepada Aman seorang wanita jelita, seorang putri dari manager perusahan makanan cepat saji. Namun pendirian Aman tak goyah sedikitpun bahkan di hadapan putri anak manager sekalipun. Aman membuang muka dari sahabat-sahabatnya dan pergi meninggalkan meja makan ketika mengetahui maksud mereka.
Namun suatu peristiwa merubah drastis sifat cueknya terhadap para wanita. Suatu waktu, ketika berlibur ke daerah pelosok Banten ia mengalami demam hebat selama tiga hari, selama melewati demam tersebut, ia dirawat oleh seorang wanita desa yang cantik jelita. Teteh Mar’atunnisa namanya, atau orang desa sering memanggilnya dengan panggilan Teh Manis.
Setelah ia menghabiskan liburnya di pelosok Banten dengan demam, akhirnya ia kembali ke kota dengan membawa kenangan indah perhatian seorang wanita terhadapnya. Selama perjalanan pulang, ia tak hilang perhatiannya terhadap nama Teh Manis itu. Sehingga dalam hati ia berniat akan secepatnya datang kembali ke pelosok Banten tersebut.
Satu bulan berlalu semenjak ia meninggalkan Banten, akhirnya ia kembali ke tempat di mana ia dirawat oleh Teh Manis. Dengan wajah sumringah menahan rindu dalam hati, Aman mengutarakan rasa terima kasih kepada Abah yang telah mengizinkan Teh Manis merawat Aman selama ia dahulu demam tiga hari disana.
Ditengah percakapan, Abah dari Teh Manis bertanya kepada Aman apakah ia sudah mempunyai pendamping. Dengan wajah tersipu malu Aman berkata ia masih sendiri. Setelah itu ia berkata kepada Abah bahwa sebenarnya maksud kedatangannya ke Banten untuk bertanya tentang Teh Manis. Kemudian Abah menjelaskan bahwa meski Teh Manis terlihat jelita, ia adalah seorang janda prajurit yang meninggal dalam tugas mendadak beberapa jam setelah akad nikah. Namun mendengar itu, Aman tetap pada pendiriannya yaitu menjadikan Teh Manis sebagai pendampingnya. Karena memilik niat yang sama, mereka bersepakat menjalin hubungan yang lebih dari sekedar kenalan. yaitu hubungan seorang ayah dan menantu. Dengan niat yang yakin akhirnya Abah memutuskan bahwa keduanya akan melaksanakan akad seminggu yang akan datang.
Sebelum hari yang ditunggu datang. Aman dan Teh Manis diharuskan memenuhi persyaratan untuk melaksanakan akad nikah. Mereka berdua pergi ke Kantor Urusan Agama(KUA) setempat. Di Kantor Urusan Agama (KUA), keduanya ditanya kapan akan melangsungkan akad nikah dan status keduanya sebelum waktu akad nikah dilaksanakan. Kemudian Teh Manis menjelaskan bahwa suami pertamanya meninggal karena melaksanakan tugas sebagai prajurit sekitar dua bulan yang lalu. Dengan wajah terkejut petugas KUA bertanya.
“Apa?.. kapan suami Teh Manis meninggal?”
Dengan wajah bingung Teh Manis menjawab.”satu bulan yang lalu”
Sang petugas menghela napas dan menjelaskan bahwa Teh Manis dan Aman belum bisa melaksanakan acara akad nikah secepatnya, karena Teh Manis harus melaksanakan masa iddah atau masa tunggu selama 130 hari setelah kematian suami pertamanya, hal ini sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 153 ayat 2 huruf a tentang waktu tunggu bagi seorang janda yang ditinggal karena kematian suaminya walaupun qobla al dukhul,maka waktu tunggu ditetapkan 130 (seratus tiga puluh) hari.
Mendengar penjelasan tersebut, Aman masih belum mengerti dan menanyakan mana bukti pernyataan sang petugas. Dengan sigap petugas KUA langsung membuka buku Kompilasi Hukum Islam dan membuka lembaran yang dimaksud sembari menjelaskan. Mendengar jawaban dan penjelasan dari petugas KUA, Teh Manis mencoba menenangkan Aman dan menjelaskan kepadanya untuk menunggu Teh Manis menyelesaikan masa tunggu. Setelah itu mereka akan hidup berdampingan.
Dua bulan setelah peristiwa tersebut, akhirnya keduanya dapat melangsungkan akad yang ditunggu-tunggu. Dengan tangis haru, petugas KUA menjelaskan kepada Aman bahwa waktu tunggu bagi seorang perempuan adalah sesuatu hal yang harus diperhatikan, karena itu merupakan bagian dari syariat agama.
Pasal 153 ayat 2
Waktu tunggu bagi seorang janda ditentukan sebagai berikut :
a. Apabila perkawinan putus karena kematian, walau pun qobla al dukhul, waktu tunggu ditetapkan 130 (seratus tiga puluh) hari:
b. Apabila perkawinan putus karena perceraian,wakt utunggubagi yang masih haid ditetapkan 3 (tiga) kali suci dengan sukurang-kurangnya 90 (sembilan puluh) hari, dan bagi yang tidak haid ditetapkan 90 (sembilan puluh) hari;
c. Apabila perkawinan putus karena perceraian sedang janda tersebut dalam keadaan hamil,waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan;
d. Apabila perkawinan putus karena kematian, sedan g janda tersebut dalam keadaan hamil, waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan.
*Thalabah Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah
0 Komentar